Menelusuri Legenda Rasa di Jalan Surya Kencana Bogor
Menelusuri Legenda Rasa di Jalan Surya Kencana Bogor
Seperti melawan arus dari rumus kekinian, penjual makanan di sekitar Jalan Surya Kencana Bogor tetap percaya diri dengan cara lamanya. Bagi mereka, cita rasa adalah segalanya. Kalau mau membuktikannya, coba datang ke kawasan yang sering disebut SurKen, dan merupakan kawasan Pecinan serta jalan tertua di Bogor. Itu juga yang dilakukan Qraved beberapa waktu lalu. Menempuh perjalanan dari Jakarta dengan commuter line selama kurang lebih satu jam dan disambung dengan angkutan umum 02 jurusan Sukasari, sampailah kami di persimpangan jalan Surken yang banyak disebut dengan Gang Aut.
Selain berbekal informasi dari teman dan browsing di dunia maya, Qraved sengaja cari info tambahan dari warga lokal. Mulai dari sopir dan penumpang di angkutan, tukang parkir, tukang ojek, dan beberapa orang yang lagi mengantre makanan pun tidak luput dari bombardir pertanyaan dari Qraved. Memang kesannya seperti agak sok kenal sok akrab, tapi untunglah ada hasilnya: mereka semua memberi rekomendasi yang tepat.
Photo Source: dok Qraved
Photo Source: dok Qraved
Soto Kuning Langganannya Pejabat
Dari sekian banyaknya penjual soto kuning yang ada di jalan ini, kenapa Soto Kuning Pak Bongkok yang mesti didatangi pertama kali? Tentu kalau nggak banyak orang-orang setempat yang bilang soto ini paling enak plus paling lama jualan di Gang Aut, pasti Qraved akan ikut ngantre beli sotonya. Tapi kenapa namanya Pak Bongkok ya? Padahal yang jualan saja masih terbilang muda dan tegap-tegap saja. Dan menurut sang penjual yang sekarang merupakan generasi ketiga, dia menceritakan kalau dulu sang kakek jualan sotonya pakai gerobak pikulan dan berpengaruh ke postur tubuhnya. Dari situ banyak orang yang memanggilnya Pak Bongkok.
Photo Source: dok Qraved
Photo Source: dok Qraved
Saat mau pesan soto kuningnya, kamu cukup bilang mau jenis daging apa, mulai lidah, paru tulang muda, kikil, babat, lalu penjualnya akan mengiris daging, menambah bumbu, daun seledri, bawang goreng, lalu menuangkan kuah sotonya. Mau lebih segar, tambahkan saja perasan jeruk. Kuah kuningnya yang sebenarnya kurang begitu panas ini gurihnya terasa pas, light, tidak bikin eneg, dan yang pasti potongan dagingnya benar-benar empuk. Sebagai pelengkap kamu bisa menambahkan perkedel atau emping jengkol. Untuk harga, dihitung dari jumlah daging yang diambil. Satu potong daging Rp 11 ribu, itu belum nasi putih ya. Jadi kalau kamu ambil 3 daging, kalikan saja harganya.
Kelezatan kedai soto yang sudah ada sejak tahun 1978 ini pun nggak hanya disukai warga Bogor setempat, tapi juga sampai kalangan artis bahkan pejabat negara. “Dulu sebelum Pak Dahlan Islan kena kasus, dia nggak gengsi makan di gerobak pinggir jalan ini. Kalau Bu Megawati, biasanya ajudannya yang beli lalu dibawa pulang,” kata Udi, sang penjual sekaligus generasi ketiga dari Pak Bongkok. Selain soto kuning yang buka dari jam 8 pagi ini, kamu juga bisa mencicipi Soto Kuning Pak Yusup (yang antreannya juga panjang) dan jualannya juga pakai gerobak yang mulai dari jam 3 sore. Posisi gerobaknya juga menggantikan gerobak Soto Kuning Pak Bongkok yang jam 3 sore sudah tutup. Buat yang belum tahu, ada juga soto kuning dengan nama mirip, tapi huruf belakangkan pakai huruf F dan menempati ruko.
Photo Source: dok Qraved
Photo Source: dok Qraved
Martabak Legendaris: 3 Jam Habis
Masih di sekitar lokasi dekat Soto Pak Bongkok, Qraved menunggu gerobak martabak legendaris di kawasan itu buka. Jam 2 siang, si empunya datang. Masih baru merapikan bahan adonan sambil menyalakan tungku arang, beberapa orang sudah mulai pesan. “Belum siap ya, tunggu sekitar setengah jam lagi baru mulai bikin,” kata sang kakek yang biasa dipanggil Encek ini.
Umurnya mungkin sudah lebih dari 70 tahun. Tapi soal semangat, mungkin kita harus banyak belajar dari beliau. Ketika banyak orang yang capek sedikit langsung ngeluh, si kakek ini terlihat begitu telaten melakukan semua pekerjaannya sendiri. Dia hanya ditemani asisten yang diberi tugas melipat kardus martabak. Selebihnya, mulai dari mengingat pesanan, menyalakan tungku arang, bikin adonan, mengolah martabak, membungkus, semua dilakukan sendiri. “Rasa itu akan beda kalau tangan yang masak beda,” begitu jelas Encek saat Qraved tanya kenapa dia tidak minta bantuan keluarganya untuk ikut bikin martabak.
Bahkan saat ditanya kenapa setelah 43 tahun berjualan dia tetap pakai gerobak sederhana plus tanpa nama, kembali sang Encek menjelaskan dengan alasan sederhana namun mengena. “Orang-orang sudah pada tahu, yang penting ingat muka saya dan lokasi gerobak yang dekat perempatan ini,” kata kakek yang nama aslinya adalah Sidiq. Dan karena antrean cukup panjang plus mendadak hujan, Qraved pun nggak bisa ikut pesan. Tapi untung saja, karena sebelumnya Qraved sempat mengobrol dengan pembeli lain yang datang dari Jakarta, dia cukup berbaik hati memberi sepotong martabak untuk dicoba. Kulit martabaknya tidak terlalu tebal, legitnya terasa, dan kombinasi manis dan gurihnya pun pas, tidak berlebihan. Aromanya pun terasa khas karena mungkin memasaknya masih pakai arang. Untuk harga, martabak di sini dijual mulai dari Rp40-60 ribuan.
Photo Source: dok Qraved
Photo Source: dok Qraved
Jangan Sampai Nggak Mampir Ke sini
Saking banyaknya yang mesti dicoba saat menyusuri kawasan Gang Aut, pastikan kamu nggak kalap makan di satu tempat. Selain soto kuning dan martabak, kamu bisa coba Laksa Gang Aut, Ngo Hiang, Pisang Sagu, Bakso Kikil Pak Jaka, Asinan Ahauw, asinan, es pala, toge goreng, juga Lumpia Basah Pak Alen (dari 1972). Sebenarnya nggak jauh dari sana, tepatnya di Gang Besi (masuk ke belakang dari samping CIMB Niaga), ada penjual tauge goreng legendaris Mak Epok, sayang Qraved tidak sempat kebagian karena sampai di sana kedainya sudah tutup. Itupun baru jam setengah satu siang.
Photo Source: dok Qraved
Photo Source: dok Qraved
Photo Source: dok Qraved
Photo Source: dok Qraved
Photo Source: dok Qraved
Photo Source: dok Qraved
Photo Source: dok Qraved
Dan sebelum menyudahi petualangan kuliner tempo dulu di SurKen, jangan lupa berburu oleh-oleh yang bikin kamu kangen pada Kota Hujan ini. Kalau biasanya ada Roti Unyil, toko bakery De Paris pun patut diperhitungkan. Coba cicipi pia kacang hijau yang nggak kalah dari bakpia Jogja, cake bread yang lembut, juga eeg tart-nya yang juara. Tidak sebatas membekaskan rasa dan memanjakan lidah, saat bertualang di SurKen kamu bisa mampir ke klenteng tertua di Bogor (Vihara Dhanagun) atau foto-foto di jalanan yang dihiasi mural yang terletak tidak jauh dari Hotel The 101. Benar-benar jadi sebuah perjalanan kuliner yang komplet.
This feature is only available in Qraved AppsPlease download Qraved apps to participate in the contest and win the grand prize. Find out for more information in Qraved appsDownload or Open App dismiss